Langit
begitu ramai, di penuhi dengan warna warni kemilau kembang api yang sengaja
disunut untuk malam ini. Hiruk pikuk semakin ramai dengan teriupan terompet.
Anak kecil hingga para orang tua, bahkan si pedagang pun berlomba-lomba
meniupkan terompet sekencang mungkin menandakan kebahagiaan mereka di malam ini.
Bajunya sangat lusuh. Dia duduk di seberang jalan sana.
Hanya diam, melihat sekitar. Wajahnya tidak begitu senang,seperti kebanyakan
anak lainnya.
“Hei..!”
Anak
itu langsung melihatku “Saya kak?”
“Iya
kamu”
“Kenapa
kak?”
“Kamu kenapa?? Lihat,orang lain seneng banget malem mini,
tapi kamu, cuma diam!” tanyaku penasaran.
“Aku laper kak!” jawabnya singkat.
Aku masuk pada lamunanku, terheran- heran. Ditengah
keramaian, ditengah ratusan orang dengan kebahagiaan, kenapa masih ada orang
yang kelaparan.
tiba-tiba dia meringis, menyadarkanku dari lamunan.
“ssshhh..”
Seketika aku berdiri, melihat sekitar.
“Ayo, ikut aku”
“Kemana kak?” tanya anak itu kepadaku penasaran
“Kamu lapar kan?sudah ikut saja denganku!”
Aku pun mengajaknya ke warteg di seberang jalan tak jauh
dari tempat itu. Tak lama berjalan, akhirnya kami sampai di warteg.
*****
Ibu penjaga warteg itu menatapku dan anak itu. Wajahnya
sedikit bingung, mencoba memutar otaknya dan menduga-duga. Tapi ibu itu tak
berani bertanya.
“Bu, bikin 1 porsi ya?” ucapanku mengejutkannya. Sejenak
menghentikan rasa penasaran penjaga warteg tersebut.
“Oh.. iya mas, lauknya mau apa??” suara penjaga warteg itu
terbata-bata.
“Kamu mau apa??pilih saja apa yang kamu mau” tanyaku pada
anak itu
“Benar ka?waaaahh..” wajahnya begitu sumringah, sangat
bersemangat. Berbeda saat pertama kami bertemu. Dan rasa perih perutnya pun
hilang.
*****
Kami berdua kembali ke tempat pertama bertemu. Teduduk.
menyaksikan suasana yang tak banyak berubah. Sejauh mata memandang terlihat
orang yang bersenang-senang, tertawa bahagia, lalu lalang pejalan kaki, dan
kendaran, arak – arakan kembang api di tambah kebisingan terompet
menghiasi mala mini.
Tiba-tiba anak itu berkata “Makasih kak, makasih untuk
makannya” Senyum anak itu melengkung sempurna
“Ya, sama-sama.” Aku pun tersenyum melihatnya.
Namun tiba – tiba anak itu menekuk lututnya, menyikap
tangannya dan menenggelamkan kepalanya di sela – sela lekukan lutut dan tubuh
mungilnya. Terdengar tangisan dari anak itu,
“Kenapa kak??lihat mereka, mereka yang berjalan di sekitar
kita, mereka yang tertawa. Semua tidak melihatku. Seakan aku tidak berada
disini”
“Apa maksudmu?”
“ Lihat saja mereka, tertawa gembira. Lihat benda bising
dimulut anak itu, lihat yang ada di langit-langitku sekarang. Mereka tidak
melihatku,tak memandangku sama sekali kak. Apa semua orang seperti itu? Mengapa
mereka tak memperdulikan orang sepertiku? Mereka egois. Bukankah Tuhan
menciptakan mereka untuk saling berbagi, saling menolong, dan meberi terhadap
sesame, terhadap orang sepertiku?”
“Aku masih tak mengerti apa yang kau bicarakan, apa yang
kamu maksud?”
“Malam ini kak. Pergantian tahun ini. Sampai kapan mereka
akan seperti ini,menutup mata dan tidak pernah mau melihat kami? Berapa banyak
kembang api yang mereka beli?berapa rupiah uang yang orang tua dari anak-anak
itu keluarkan untuk terompet yang mereka beli? Sedangkan aku dan teman-temanku
yang lain, yang senasib sepertiku hanya bisa menahan rasa lapar sedari pagi”
Aku hanya bisa terdiam. Tersadar akan banyak hal tentang
hidup ini. Pelajaran berharga dari seorang bocah jalanan.